Gw
inget banget kalau dulu gw mengeluh kenapa pernikahan gw didesain selama ini...
Satu tahuuun jeda dari hitung-hitungan tanggal baik pernikahan kami keluar sampai
hari H-nya! Tapi sekarang ga terasa sudah sebentar lagiii... Am too excited!
Dulu
teman gw bilang... Kalau ingin pernikahan berkesan dan si pengantinnya terlihat
manglingin, musti menonjolkan adat, even se-modern apapun keluarga lo! Dan itu
yang gw mimpikan... Pernikahan yang kaya akan tradisi! Jadi ceritanya si Fajar
itu kelurganya Jawa bangeeet (mama dan papa-nya Jawa) dan menurut gw banyak nilai-nilai kejawen yang
masih diterapkan di keluarga besarnya Fajar. Sedangkan mama gw yang Padang dan
Papa yang Jawa sama sekali ga pernah menonjolkan sisi kedaerahan mereka. Di
rumah, gw sangat merasa Indonesia sekali... Dari bahasa juga masakan! Pilihan menggunakan adat Jawa adalah
murni berdasarkan pilihan gw, walaupun jika punya budget berlebih, gw pengennya pernikahan
gw tetap ada Padang-padangnya... Misalnya adat Padang untuk akad dan adat Jawa
untuk resepsi, maupun sebaliknya. Bersyukurlah keluarga besarnya mama ga rese
mengenai ke-adat-an ini, kalau ngga gw bisa dikutuk jadi batu kaya Malin Kundang
mengingat pernikahan gw nanti ga ada Padang-padangnya sama sekali! *sungkem sama leluhur
Keluarga Piliang*
Seperti yang diceritakan sebelumnya... Untuk
riasannya nanti, gw bakal dirias dengan Paes Ageng khas Yogya. Kalau
untuk pakaiannya, gw ga pakai dodotan... Mengingat si emak yang sangat religius
dan anaknya ga boleh pakai baju terbuka, akhirnya gw memutuskan untuk pakai
kebaya saja dan Fajar pakai beskap. Sebenarnya dodotan-nya bisa diakali dengan pakai bolero biar ga
terlalu terbuka. Cuma gw sama Fajar memang dari awal ga tertarik untuk
berdodotan ria!
Berbicara
tradisi
dalam pernikahan, kita ga cuma membicarakan riasan dan pakaiannya saja.
Tetapi ada serangkaian upacara adat yang musti dijalani. Biar
ngerti-ngerti dikit tentang
pernikahan adat Jawa, akhirnya gw browsing dan dari berbagai sumber dapat disimpukan kalau rangkaian
upacara pra nikah adat Jawa nya kurang lebih seperti ini:
Pemasangan
Bleketepe dan Tarub
Biasanya
sehari sebelum acara pernikahan, rumah orangtua si calon pengantin wanita dipasangi
tarub dan bleketepe dipintu masuk halaman depan. Nanti akan dibuat gapura yang
dihiasi tarub yang terdiri dari berbagai tuwuhan alias tanaman dan dedaunan
yang punya arti simbolis tersendiri. Arti simbolis dari
tanaman dan dedaunan tersebut sampai sekarang belum bisa gw pahami dan
simpulkan maknanya. Yaaah, biar para sesepuh dan Allah saja yang tahu. Saya
cukup jadi calon pengantin cantik yang duduk manis menikmati acara.
Siraman
Ini
juga biasanya dilakukan sehari sebelum pernikahan, kedua calon pengantin disucikan
dengan cara dimandikan. Calon pengantin wanita-nya dimandikan dirumah orang
tuanya, si calon pengantin pria-nya juga dimandikan di rumah orang tuanya. Tapi untuk kasus
gw, sepertinya Fajar ga bakal mau ngadain siraman. Jadi beliau cukup dimandikan
dengan air dari selang di garasi rumahnya.
Ngerik
Ngerik itu tuh artinya rambut-rambut
kecil diwajah calon pengantin wanita akan dikerik oleh pemaes
alias dukun mantennya. Cuma masalahnya perias utama gw nanti akan
berbeda
dengan perias yang akan merias pas midodareni, ga tau jadinya bakal
gimana, takutnya pakem mereka berbeda. *Tapi nanti akan dibicarakan
lagi* By
the way, ga kebayang bulu-bulu halus yang tumbuh lebat di muka gw ini bakal
dikerik. Muka gw jadi mulus tanpa bulu deeh! Sesudah selesai dikerik, calon pengantin wanita didandani dengan kebaya yang
bagus yang telah disiapkan dan dipakaikan kain batik motif sidomukti atau sidoasih
yang punya arti melambangkan si pemakai akan hidup makmur dan dihormati oleh sesama.
Setelah
selesai didandani, akan ada beberapa rangkaian acara lagi yang
diakhiri dengan pemotongan tumpeng. Ayah dan ibu calon pengantin wanita
akan memberikan suapan terakhir kepada putri cantiknya, karena mulai besok, si putri
sudah berada dibawah tanggung jawab suaminya. *aiiiisssh... sedih rasanya pas nulis kalimat ini*
Midodareni
Berdasarkan kepercayaan Jawa kuno, malam itu
mempelai
putri ditemani oleh beberapa dewi cantik dari khayangan. Malam itu dia
harus
tinggal dikamar dan tidak boleh tidur dari jam enam sore sampai tengah
malam. Beberapa sesepuh wanita menemani dan memberikan nasihat-nasihat
berharga. Midodareni sendiri
diambil dari kata widodari (bidadari). Mungkin artinya si calon pengantin
wanita akan terlihat cantik sekali bagai dewi dari khayangan.
Upacara midodareni berlangsung dimalam hari
sebelum Ijab Qabul. Jadi, kedua orangtua calon pengantin pria
beserta si calon pengantin pria-nya diantar oleh keluarga dekatnya berkunjung ke rumah
orangtua calon pengantin wanita.
Keluarga calon pengantin pria yang wanita yang datang di malam midodareni
boleh menengok calon
mempelai wanita yang sudah didandani cantik. Orangtua dan keluarga calon
pengantin wanita, menerima kunjungan dari orang tua dan
keluarga dari calon pengantin pria. Mereka akan duduk di dalam rumah,
saling
berkenalan dan makan malam bersama. Calon pengantin pria juga datang,
tetapi dia
tidak boleh masuk rumah dan hanya boleh duduk di teras rumah dan hanya
disuguhi segelas air minum, tidak boleh makan atau minum yang lain. Ini
katanya untuk melatih kesabaran seorang suami dan kepala keluarga.
*emang enaaak*
Seserahan atau Peningsetan
Seserahan atau Peningsetan
Dalam upacara midodareni
juga dilakukan seserahan
atau peningsetan, orangtua dan keluarga calon pengantin pria memberikan beberapa barang kepada orangtua calon pengantin wanita.
Kurang lebih seperti itu, kalau ada yang salah mohon dimaafkan... Maklum orang Jawa abal-abal. Hihihi. Katanya
sahabat gw, Desty, musti tuh ngerasain yang namanya siraman dan midodareni.
Katanya pesannya sih ngena banget buat si calon pengantin. Di
Hasina untuk upacara siraman dan midodareni menghabiskan biaya sekitar 6 juta,
kalau di Tiara sekitar 5 juta. Mengingat yang alasan klasik yaitu minimnya budget, akhirnya gw memutuskan untuk ga pakai siraman dan midodareni,
paling si Mama mau ngadain acara pengajian saja.
Tapiii...
Alhamdulillah.. Rejeki yang mau nikah... (tepatnya rejeki si calon pengantin
wanitanya...hihihi) Jadi ceritanya untuk beskap, kain, dan rias tambahan bakal
pakai perias kenalannya Calon Mertua yang dekat dengan rumah kami, namanya Ibu
Kamto. Sehabis liat-liat beskap dan kain, Mamanya Fajar nanyain mau pakai
siraman ga... Trus gw bilang aja sebenarnya mau, cuma sepertinya ga ada budget.
Disuatu pembicaraan para calon besan, mamanya Fajar bilang ke kanjeng mama
tentang keinginan gw. Gw memang ga pernah cerita secara gamblang masalah ini, karena
gw tahu kalau gw bilang pasti Mama setuju dan pasti bakal merepotkan mama! Yang gw pengenin itu adalah ga
menyusahkan banyak orang. Dan mama tiba-tiba bilang, kalau gw mau pakai siraman
dan midodareni yah boleh saja, namanya anak perempuan satu-satunya dan sekali seumur hidup... Untuk rangkaian acara sebelum pernikahan budget-nya akan ditanggung Mama, gw dan Fajar cukup concern untuk akad dan resepsinya saja! *jingkrak-jingkrak
kegirangan*
Karena
tetangga dan Mamanya Fajar sudah kenal, jadilah kami di-charge hanya 3 juta
untuk acara siraman dan midodareni lengkap... kap... kap... Yippieee!
So, jadilah nanti menjelang
pernikahan kami akan ada serangkain upacara adat Jawa! Gonna be a beautiful Javanese bride... Aamiin
0 komentar:
Posting Komentar