Selasa, 15 Oktober 2013

Belajar tentang Pernikahan Adat Jawa (Part 1)

Gw inget banget kalau dulu gw mengeluh kenapa pernikahan gw didesain selama ini... Satu tahuuun jeda dari hitung-hitungan tanggal baik pernikahan kami keluar sampai hari H-nya! Tapi sekarang ga terasa sudah sebentar lagiii... Am too excited

Dulu teman gw bilang... Kalau ingin pernikahan berkesan dan si pengantinnya terlihat manglingin, musti menonjolkan adat, even se-modern apapun keluarga lo! Dan itu yang gw mimpikan... Pernikahan yang kaya akan tradisi! Jadi ceritanya si Fajar itu kelurganya Jawa bangeeet (mama dan papa-nya Jawa) dan menurut gw banyak nilai-nilai kejawen yang masih diterapkan di keluarga besarnya Fajar. Sedangkan mama gw yang Padang dan Papa yang Jawa sama sekali ga pernah menonjolkan sisi kedaerahan mereka. Di rumah, gw sangat merasa Indonesia sekali... Dari bahasa juga masakan! Pilihan menggunakan adat Jawa adalah murni berdasarkan pilihan gw, walaupun jika punya budget berlebih, gw pengennya pernikahan gw tetap ada Padang-padangnya... Misalnya adat Padang untuk akad dan adat Jawa untuk resepsi, maupun sebaliknya. Bersyukurlah keluarga besarnya mama ga rese mengenai ke-adat-an ini, kalau ngga gw bisa dikutuk jadi batu kaya Malin Kundang mengingat pernikahan gw nanti ga ada Padang-padangnya sama sekali! *sungkem sama leluhur Keluarga Piliang*

Seperti yang diceritakan sebelumnya... Untuk riasannya nanti, gw bakal dirias dengan Paes Ageng khas Yogya. Kalau untuk pakaiannya, gw ga pakai dodotan... Mengingat si emak yang sangat religius dan anaknya ga boleh pakai baju terbuka, akhirnya gw memutuskan untuk pakai kebaya saja dan Fajar pakai beskap. Sebenarnya dodotan-nya bisa diakali dengan pakai bolero biar ga terlalu terbuka. Cuma gw sama Fajar memang dari awal ga tertarik untuk berdodotan ria! 

Berbicara tradisi dalam pernikahan, kita ga cuma membicarakan riasan dan pakaiannya saja. Tetapi ada serangkaian upacara adat yang musti dijalani. Biar ngerti-ngerti dikit tentang pernikahan adat Jawa, akhirnya gw browsing dan dari berbagai sumber dapat disimpukan kalau rangkaian upacara pra nikah adat Jawa nya kurang lebih seperti ini:

Pemasangan Bleketepe dan Tarub
Biasanya sehari sebelum acara pernikahan, rumah orangtua si calon pengantin wanita dipasangi tarub dan bleketepe dipintu masuk halaman depan. Nanti akan dibuat gapura yang dihiasi tarub yang terdiri dari berbagai tuwuhan alias tanaman dan dedaunan yang punya arti simbolis tersendiri. Arti simbolis dari tanaman dan dedaunan tersebut sampai sekarang belum bisa gw pahami dan simpulkan maknanya. Yaaah, biar para sesepuh dan Allah saja yang tahu. Saya cukup jadi calon pengantin cantik yang duduk manis menikmati acara.        

Siraman
Ini juga biasanya dilakukan sehari sebelum pernikahan, kedua calon pengantin disucikan dengan cara dimandikan. Calon pengantin wanita-nya dimandikan dirumah orang tuanya, si calon pengantin pria-nya juga dimandikan di rumah orang tuanya. Tapi untuk kasus gw, sepertinya Fajar ga bakal mau ngadain siraman. Jadi beliau cukup dimandikan dengan air dari selang di garasi rumahnya.

Ngerik
Ngerik itu tuh artinya rambut-rambut kecil diwajah calon pengantin wanita akan dikerik oleh pemaes alias dukun mantennya. Cuma masalahnya perias utama gw nanti akan berbeda dengan perias yang akan merias pas midodareni, ga tau jadinya bakal gimana, takutnya pakem mereka berbeda. *Tapi nanti akan dibicarakan lagi* By the way, ga kebayang bulu-bulu halus yang tumbuh lebat di muka gw ini bakal dikerik. Muka gw jadi mulus tanpa bulu deeh! Sesudah selesai dikerik, calon pengantin wanita didandani dengan kebaya yang bagus yang telah disiapkan dan dipakaikan kain batik motif sidomukti atau sidoasih yang punya arti melambangkan si pemakai akan hidup makmur dan dihormati oleh sesama.
Setelah selesai didandani, akan ada beberapa rangkaian acara lagi yang diakhiri dengan pemotongan tumpeng. Ayah dan ibu calon pengantin wanita akan memberikan suapan terakhir kepada putri cantiknya, karena mulai besok, si putri sudah berada dibawah tanggung jawab suaminya. *aiiiisssh... sedih rasanya pas nulis kalimat ini*

Midodareni
Berdasarkan kepercayaan Jawa kuno, malam itu mempelai putri ditemani oleh beberapa dewi cantik dari khayangan. Malam itu dia harus tinggal dikamar dan tidak boleh tidur dari jam enam sore sampai tengah malam. Beberapa sesepuh wanita menemani dan memberikan nasihat-nasihat berharga. Midodareni sendiri diambil dari kata widodari (bidadari). Mungkin artinya si calon pengantin wanita akan terlihat cantik sekali bagai dewi dari khayangan.
Upacara midodareni berlangsung dimalam hari sebelum Ijab Qabul. Jadi, kedua orangtua calon pengantin pria beserta si calon pengantin pria-nya diantar oleh keluarga dekatnya berkunjung ke rumah orangtua calon pengantin wanita. Keluarga calon pengantin pria yang wanita yang datang di malam midodareni boleh menengok calon mempelai wanita yang sudah didandani cantik. Orangtua dan keluarga calon pengantin wanita, menerima kunjungan dari orang tua dan keluarga dari calon pengantin pria. Mereka akan duduk di dalam rumah, saling berkenalan dan makan malam bersama. Calon pengantin pria juga datang, tetapi dia tidak boleh masuk rumah dan hanya boleh duduk di teras rumah dan hanya disuguhi segelas air minum, tidak boleh makan atau minum yang lain. Ini katanya untuk melatih kesabaran seorang suami dan kepala keluarga. *emang enaaak*

Seserahan atau Peningsetan
Dalam upacara midodareni juga dilakukan seserahan atau peningsetan, orangtua dan keluarga calon pengantin pria memberikan beberapa barang kepada orangtua calon pengantin wanita.

Kurang lebih seperti itu, kalau ada yang salah mohon dimaafkan... Maklum orang Jawa abal-abal. Hihihi. Katanya sahabat gw, Desty, musti tuh ngerasain yang namanya siraman dan midodareni. Katanya pesannya sih ngena banget buat si calon pengantin. Di Hasina untuk upacara siraman dan midodareni menghabiskan biaya sekitar 6 juta, kalau di Tiara sekitar 5 juta. Mengingat yang alasan klasik yaitu minimnya budget, akhirnya gw memutuskan untuk ga pakai siraman dan midodareni, paling si Mama mau ngadain acara pengajian saja.

Tapiii... Alhamdulillah.. Rejeki yang mau nikah... (tepatnya rejeki si calon pengantin wanitanya...hihihi) Jadi ceritanya untuk beskap, kain, dan rias tambahan bakal pakai perias kenalannya Calon Mertua yang dekat dengan rumah kami, namanya Ibu Kamto. Sehabis liat-liat beskap dan kain, Mamanya Fajar nanyain mau pakai siraman ga... Trus gw bilang aja sebenarnya mau, cuma sepertinya ga ada budget. Disuatu pembicaraan para calon besan, mamanya Fajar bilang ke kanjeng mama tentang keinginan gw. Gw memang ga pernah cerita secara gamblang masalah ini, karena gw tahu kalau gw bilang pasti Mama setuju dan pasti bakal merepotkan mama! Yang gw pengenin itu adalah ga menyusahkan banyak orang. Dan mama tiba-tiba bilang, kalau gw mau pakai siraman dan midodareni yah boleh saja, namanya anak perempuan satu-satunya dan sekali seumur hidup... Untuk rangkaian acara sebelum pernikahan budget-nya akan ditanggung Mama, gw dan Fajar cukup concern untuk akad dan resepsinya saja! *jingkrak-jingkrak kegirangan*

Karena tetangga dan Mamanya Fajar sudah kenal, jadilah kami di-charge hanya 3 juta untuk acara siraman dan midodareni lengkap... kap... kap... Yippieee!


So, jadilah nanti menjelang pernikahan kami akan ada serangkain upacara adat Jawa! Gonna be a beautiful Javanese bride... Aamiin

0 komentar:

Posting Komentar